Pasalnya menurut Ketua Badan Nasional
Standar Profesi (BNSP) Sumarna Abdurahman, banyak lulusan SMK yang
skill-nya tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
"SMK bisa mendongkrak daya saing, asalkan
skill-nya sesuai kebutuhan industri. Sejak tahun lalu KADIN sudah
memberikan kesempatan bagi lulusan SMK untuk magang. Namun, skill mereka
ternyata tidak sesuai dengn kebutuhan industri. Apa yang diajarkan
tidak sesuai dengan di lapangan sehingga butuh waktu untuk memberikan
pelatihan," beber Sumarna yang juga Ketua Komite Tetap Sertifikasi
Kompetensi Tenaga Kerja KADIN, dalam diskusi "SMK Menjawab Daya Saing
Nasional" di Kantor Kemdikbud, Rabu (7/10).
Agar keahlian lulusan SMK sesuai dengan
kebutuhan industri, menurut Sumarna, harus ada insentif bagi industri
dalam menyusun standar kompetensi. Hasilnya ini diberikan kepada SMK
agar kurikulumnya disesuaikan dengan standar kompetensi perusahaan.
"Lulusan SMK itu siap bekerja, tapi kalau
keahliannya tidak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan
industri, bagaimana bisa ditampung perusahaan," ujarnya.
Dia menyebutkan, selama ini total anggaran
pendidikan 20 persen dari APBN dan dua sampai tiga persennya dijadikan
dana abadi pendidikan. Namun yang digunakan hanya sekitar Rp 600 miliar
untuk pendidikan dan pelatihan. Kalau dana abadi pendidikan ini bisa
digunakan untuk memfasilitasi SMK serta insentif bagi industri, hasilnya
akan luar biasa.
"Perlu ada political will dari pemerintah karena dana abadi pendidikan yang mencapai triliunan rupiah itu hanya disimpan dan tidak dimanfaatkan. Selain itu, perbaikan fasilitas SMK dan insentif bagi industri tidak akan mengganggu dana APBN, karena ada dana abdi pendidikan itu," tandasnya.
Sumber: http://jpnn.com/
No comments:
Post a Comment